Minggu, 19 Juni 2011

PENINGKATAN KREATIVITAS DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF DENGAN STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN DI TAMAN KANAK-KANAK


NAMA        :  TATIK MARYANA
 NIM            : 090020081
 KELAS       : D. Semester IV, Angkatan 2009


A. PENDAHULUAN
Kreatifitas merupakan suatu ungkapan yang tidak asing lagi di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi anak prasekolah yang selalu berusaha menciptakan sesuatu sesuai dengan fantasinya. Kreatifitas pada anak di taman kanak-kanak di tampilkan dalam berbagai bentuk, midalnya membuat gambar yang di sukainya, bercerita atau bermain peran, seperti berpura-pura jadi Ibu atau Ayah, salah satu kendala dalam mengembangkan kreatifitas adalah sikap orang tua atau guru yang kurang memberi kesempatan bagi perkembangan kreatifitas secara optimal , hal ini disebabkan oleh pandangan-pandangan yang sempit dalam arti bahwa anak harus menurut apa yang dikatakan oleh orang tua atau guru. Dengan kata lain, anak tidak boleh berpikir secara divergen atau berpikir berbeda dari orang lain. Tindakan ini merupakan salah satu contoh dari tindakan yang keliru. kreatifitas anak akan muncul apabila anak diberi kesempatan untuk berpikir secara divergen, melakukan berbagai penyelidikan dan melibatkan diri dalam berbagai tantangan secara nyata dengan kemampuannya.
Sejarah Bermain
Seiring berkembangnya pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak dan meningkatnya perhatian terhadap perkembangan anak maka orang semakin menyadari pentingnya bermain. Tokoh yang mengawali anggapan pentingnya bermain adalah Plato seorang filusuf yang berasal dari Yunani. Menurut Plato membagikan Apel kepada anak-anak akan memudahkan mereka belajar aritmatika, sedang pemberian mainan berupa miniatur balok-balok akan mengajarkan anak akan ilmu bangunan.
Aristoteles merupakan filusuf lain yang berpendapat bahwa anak-anak perlu diberi dorongan untuk bermain yang tentunya disesuaikan dengan minat serta tahap perkembangannya. Jadi sejarah awal perkembangan anak dikondisikan pada bidang sesuai dengan minatnya, sehingga akan semakin meningkat pengetahuannya akan bidang yang dia tekuni kelak.
Berdasarkan pengalamannya sebagai guru Frobel lebih menekankan pentingnya bermain dalam belajar dia menyadari bahwa kegiatan bermain maupun mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian serta mengembangkan pengetahuan mereka. Sebagaimana Plato dan Aristoteles, Frobel menganggap bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain juga berfungsi sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah bekerja dan dihinggapi rasa jenuh.
Ada 2 teori tentang bermain yaitu teori klasik dan teori modern. Teori klasik mengenai bermain muncul sebelum perang dunia I dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu:
Teori Surplus Energi dan teori Rekreasi.
 Teori Surplus Energi diajukan oleh Fredrich Schiller seorang penyair berkebangsaan Jerman pada abad ke 18, dan Herbert Spencer seorang ahli filusuf Inggris dari abad ke 19. menurut Spencer kegiatan bermain seperti berlari, melompat, bergulingan yang menjadi ciri khas kegiatan anak kecil dan pada anak binatang punya tujuan yang berbeda. Pada manusia serta binatang dengan tingkat evaluasi tinggi, bermain terjadi akibat energi yang berlebihan sedangkan pada binatang yang mempunyai tingkat evolusi yang lebih rendah misalnya serangga, kata, energi tubuh lebih dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup karena mereka memiliki keterampilan dsangat terbatas sehingga harus banyak menguras tenaga untuk mempertahankan hidup.
Energi berlebih ini diasumsikan sebagai air yang akan menekan kesemua arah untuk mencari penyaluran. Tekan akan lebih kuat dan butuh penyaluran yang lebih banyak bila volume air sudah melebihi daya tampungnya. Pada era tersebut teori surplus energi mempunyai pengaruh besar terhadap psikologi, namun teorinya dirasakan kurang tepat dan mendapat banyak sanggahan. Sebagai contoh, bagi yang sudah sering kali tetap ingin bermain dengan mainanannya sampai ia tertidur, atau seorang anak yang sudah kecapaian beraktivitas kembali bersemangat jika di ajak bermain. Contoh tersebut memberi gambaran bahwa bermain bukan karena surplus energi tetapi merupakan suatu insentif.
 Teori Rekereasi berlawanan dengan teori Surplus Energi karena tujuan bermain adalah untu memulihkan energi yang sudah terkuras setelah bekerja. Menurut moritz Lazarus seorang penyair jerman, kegiatan bekerja dan beraktifitas menyebabkan berkurangnya tenaga, tenaga ini dapat dipulihkan kembali dengan cara tidur atau terlibat dalam kegiatan yang sangat berbeda dengan bekerja. Salah satu aktivitas yang berbeda dan dapat memulihkan tenaga tubuh dengan bermain. Teori ini memang dapat menjelaskan aktivitas Rekreatif yang dilakukan orang dewasa, semisal main bola atau main game sebagai selingan setelah bekerja keras.

Teori Rekapitulasi dan Teori Praktis.
Teori Rekapitulasi di ajukan G.Stanley Hall, yang menjelaskan secara lebih terperinci mengenai tahapan kegiatan bermain urutan ini sebagaimana urutan dalam evolusi mahluk hidup, misalnya anak suka memanjat pohon dan berayun sebagai cerminan kebiasaan monyet, atau anak suka bermain air karena berkaitan dengan kegiatan leluhurnya yang berasal dari spesies ikan yang hidup di dalam air meski mempunyai kelemahan, tetapi teori ini berperan besar mendorong minat ilmuwan lain untuk mempelajari perilaku anak dalam berbagai tahapan usia.
Sementara itu teori Praktis di ajukan oleh Karl Gros seorang filusuf Jerman yang meyakini bahwa bermain mempunyai fungsi dan manfaat untuk memperkuat insting yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dimasa mendatang, baik dapat memp[ertahankan hidupnya kelak dikemudian hari karena memiliki kretivitas yang didapatnya melalui bermain. Bermain bermanfaat bagi mahluk yang masih mudah untuk melatih dan menyempurnakan instingnya, jadi tujuan bermain adalah sebagai sarana latihan dan meningkatkan kreativitas yang diperlukan ketika sudah dewasa nanti.
Untuk menemukan solusi yang tepat dan lebih berwawasan akademik, penulis perlu melakukan kajian tentang peningkatan kreativitas dan perkembangan kognitif dengan strategi kognitif dalam pembelajaran di taman kanak-kanak
Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi orang tua dan guru taman kanak-kanak untuk meningkatkan kreativitas dan pengembangan kognitif dengan strategi kognitif dalam pembelajaran di tanam kanak-kanak yang berprinsip pada bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain.


B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu konsep yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sudut pandang tersebut akan mempengaruhi arti kreativitas .
Beberapa definisi kreativitas dirumuskan berdasarkan sudut pandang yang ditetukan pada kepribadian sementara pandangan lain mendefinisikan kreativitas dari sudut pandang yang berkaitan dengan produk yang dihasilkan. Selanjutnya beberapa definisi lainnya lagi di dasarkan pada kontrol yang dilakukan manusia terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya seperti tekanan terhadap akan terjadinya suatu kemunduran akan regresi.
a. Kreativitas Sebagai Aspek Kepribadian.
Pandangan ini mendefinisikan kreativitas sebagai salah satu aspek kepribadian yang berkaitan dengan aktualisasi diri menurut pandangan tersebut setiap individu sejak dilahirkan telah memiliki potensi untuk menjadi kreatif.
Perkembangan potensi kreativitas ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan di sekitar individu tersebut. Apabila lingkungan yang mengelilingi individu memberi kesempatan baginya untuk mewujudkan potensinya yang telah dimilkikinya sejak lahir maka potensi ini akan terwujud dalam berbagai kegiatan, misalnya, melukis, musik dan karya-karya lainnya.

b. Kreativitas adalah Kemampuan Mental.
Tokoh teori Psikometrik seperti J.P. Gulford dan E.Paul Torrance menekankan kemampuan mental dalam mengolah informasi yang menjadi dasar bagi terjadinya proses kreatif. Cara kerja kedua ahli tersebut mengikuti cara kerja yang dipakai dalam pendekatan psikometrik yaitu penentuan kekreatifan seseorang atau ketidak kreatifan seseorang berdasar hasil tes kreativitas yang dijalaninya.
c. Kreativitas Sebagai Hasil Proses Kerja Belahan Otak.
Teori belahan otak (Theory of Hemispheric Specialization) merupakan teori yang berangkat dari hasil kajian tentang fungsi-fungsi belahan otak (Hemisfer), baik belahan otak bagian kiri maupun belahan otak sebelah kanan, yang berfungsi secara khusus dalam memproses informasi-informasi yang diterima oleh otak tersebut (Mc Collum and Glynn, 1979).
 Belahan otak bagian kiri berfungsi untuk memproses informasi-informasi yang berkaitan dengan verbal dan menghendaki proses berpikir secara analitis, abstrak, logis dan operasi (kegiatan/ prosedur) yang mengandung urutan serta mengatur kegiatan tubuh dibagian kanan.
 Belahan otak bagian kanan berfungsi memproses informasi-informasi yang bersifat nonverbal dan menghendaki penggunaan proses berpikir secara holistik, intuitif, dan imajinatif serta mengontrol kegiatan tubuh bagian kiri. Hasil kerja belahan bagian kanan diantaranya adalah kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru misalnya musik dengan warna baru atau karya tulis dengan aliran baru.
Pada hakekatnya kedua belahan otak ini dalam memproses informai-informasi yang diterima oleh otak saling bekerjasama karena kedua belahan otak ini berhubungan melalui syaraf-syaraf yang terdapat dalam corpuss callosum. Perbedaan fungsi otak sebelah kiri dan kanan adalah cara-cara yang digunakan dalam mengolah dan menyelesaikan tugas-tugas yang harusdilakukan oleh kedua fungsi otak tersebut.

Bertitik tolak dari fungsi khusus dari belahan otak tersebut maka seseorang yang kreatif menggunakan kegiatan otak dibagian kanan secara lebih dominan dari belahan otak bagian kiri. Sebaliknya individu yang berpikir secara logis dan rasional menggunakan fungsi otak bagian kiri secara lebih dominan apabila dibandingkan dengan belahan otak bagian kanan.
Bertitik tolak dari pengertian kreativitas yang telah dijelaskan tersebut maka dapat diidentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi kreativitas.
a. Aspek kemampuan kognitif/ daya pikir, merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap munculnya kreativitas seseorang. Kemampuan berpikir yang dapat mengembangkan kreativitas adalah kemampuan berpikir secara Divergen, yaitu kemampuan untuk memikirkan berbagai alternatif pemecahan suatu masalah.
b. Aspek Intuisi dan Imajinasi yaitu, kreativitas yang berkaitan dengan aktivitas belahan otak kanan. Oleh sebab itu intuisi dan imajinasi merupakan aspek lain yang mempengaruhi munculnya kreativitas.
c. Aspek Penginderaan adalah kreativitas yang dipengaruhi oleh aspek kemampuan melakukan penginderaan yaitu kemampuan menggunakan panca indera secara peka. Kepekaan dalam penginderaan ini menyebabkan seseorang dapat menemukan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau dipikirkan orang lain.
d. Aspek Kecerdasan Emosi adalah aspek yang berkaitan dengan keuletan, kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ketidakpastian dan berbagai masalah yang berkaitan dengan kreativitas.
 Prinsip-prinsip pengembangan kreativitas.
a) Keterbukaan terhadap berbagai pengalaman, yang disertai dengan tingkat kelenturan dan toleransi yang tinggi terhadap ketidakpastian.
b) Kepuasan diri seseorang terhadap apa yang dilakukannya dan tidak tergantung pada kritik yang diberikan oleh orang lain dalam mencapai tujuan yang diinginkannya.
c) Kemampuan dalam menggabungkan semua konsep dan elemen-elemen secara berarti sehingga menghasilkan suatu ide atau karya tertentu.
d) Ketiga prinsip tersebut diatas dapat dilakukan apabila prasyarat-prasyarat dibawah ini terpenuhi:
 Kemampuan untuk menerima keunikan individu sebagai sesuatu yang mengandung arti.
 Kebebasan dalam mengekspresikan perasaan atau pikiran.
 Kesediaan untuk menerima cara pandang orang lain.
 Kemampuan untuk tidak tergantung pada hasil evaluasi orang lain terhadap pengungkapan perasaan dan pikiran. Misalnya keteguhan hati dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
e) Kreativitas adalah suatu proses yang terjadi dalam tiga tahap :
 Tahap 1, yaitu persiapan yaitu pengumpulan informasi-informasi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipecahkan.
 Tahap 2 yaitu penyelidikan dan temuan, yang terdiri dari 3 fase yaitu:
• Fase pematangan informasi-informasi yang telah terkumpul, kegiatan ini berkaitan dengan saha memahami katerkaitan satu informasi dengan informasi lainnya dalam rangka pemecahan masalah.
• Fase iluminasi yaitu penemuan cara-cara yang perlu dilakukan untuk pemecahan masalah.
o Fase Verifikasi yaitu kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk mengevaluasi apakah langkah-langkah yang akan digunakan pemecahan masalah akan memberikan hasil yang sesuai.
 Tahap 3, yaitu pelibatan diri terhadap berbagai tantangan secara nyata yang mendorong munculnya kreativitas. Kreativitas ini diwujudkan kedalam bentuk karya nyata atau prakarsa.karakteristik individu yang kreatif dapat dilihat dari 4 kemamp[uan yang ditampilkan yaitu:
o Kelancaran Yaitu, kemampuan dalam mengemukakan ide-ide dan pokok-pokok pikiran secara lancar dengan bahas yang jelas.
o Fleksibilitas atau kel;enturan yaitu, kemampuan menghasilkan berbagai alternatif yang dapat memenuhi prasyarat tertentu. Misalnya kemampuan untuk merumuskan berbagai alternatif judul suatu cerita.
o Keaslian yaitu, ide dan pokok-pokok pikiran atau karya yang dihasilkan adalah asli ciptaan sendiri dan bukan meniru orang lain.
o Elaborasi yaitu, kemampuan untuk mengembangkan dan memperluas suatu ide atau pokok-pokok pikiran serta karya yang dikemukakan.
2. Perkembangan Kognitif dalam bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain .
Sementara teori modern tentang mafaat bermain antara lain:
a. Teori Psikoanalisa, yang dikembangkan oleh Sigmund Freud yang memandang bahwa bermain sama seperti fantasi atau lamunan, sehingga seseorang dapat melukiskan harapan-harapan maupun konflik pribadi. Dengan bermain, seorang anak dapat mengeluarkan semua perasaan negatif, termasuk pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga timbul perasaan lega, dengan bermain anak dapat juga mengeluarkan harapan-harapan yang tidak terwujud dalam kehidupan nyata. Sebagai contoh, setelah mendapat tamparan dari orang yang lebih tua, seorang anak dapat menyalurkan kemarahannya dengan bermain pura-pura memukul boneka. Pandangan ini memberi ilham para ahli lmu jiwa untuk menggunakan metode bermain sebagai alat diagnosa terhadap masalah anak.
b. Teori Kognitif.
Para tokoh yang mendukung teori kognitif antara lain Jean Piaget, Lev Vygotsky, Jeremi Bruner, Sutton Smith serta Singer, masing-masing memberikan pandangannya mengenai bermain.
Menurut Piaget, anak mengalami tahap perkembangan kognitif sampai akhirnya proses berpikir anak menyamai proses berpikir orang dewasa. Ini dalah proses yang terperinci mengenai perkembangan Intelektual anak. Bahwa saat bermain, seorang anak tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi mereka mempraktekkan dan mengonsolidasi keterampilan yang baru diperoleh. Contoh: pada saat bermain peran yang dilakukan seorang anak bersama teman-temannya, terjadi beberapatrnsformasi simbolik seperti pura-pura menggunakan batu sebagai telur. Dari permainan, anak tidak belajar keterampilan baru, tetapi dia belajar mempraktekkan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya.
Perkembangan bermain juga berhubungan dengan perkembangan kecerdasan seseorang. Seorang anak yang mempunyai taraf kecerdasan dibawah rata-rata, kegiatan bermainnya juga mengalami keterbelakangan dibandingkan anak lain seusianya.
Vygotsky adalah seorang psikolog berkebangsaan Rusia yang meyakini bahwa bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognitif seorang anak. Menurutnya, anak kecil tidak mampu berpikir abstrak karena bagi mereka anak tidak dapat berpikir tentang kuda tanpa melihat kuda yang sebenarnya, karena meaning (makna) dan objek berbaur menjadi satu. Jika anak–anak kemudian bisa bermain kuda-kudaan dengan menggunakan pelepah pisang, maka pelepah pisang sebagai pengganti ojek kuda dapat memisahkan makna pelepah pisang sebagai ”kuda” dan objek kuda yang sesungguhnya.
Bruner memberikan penekanan pada fungsi bermain sebagai saran untuk mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas. Dalam bermain, yang lebih penting bagi anak adalah makna bermain dan bukan hasil akhirnya. Saat bermain, seorang anak tidak memikirkan sasaran yang akan dicapai sehingga dia mampu mencoba untuk memadukan berbagai perilaku baru. Dalam keadaan tertekan, tidak mungkin hal itu dilakukan. Sekali anak memcoba memadukan perilaku yang baru,dia akan menggunakan pengalaman tersebut untuk memecahkan masalah yang dijumpai dalam kehidupan sebenarnya.
Sementara Smith percaya bahwa transformasi simbolik yang muncul dalam kegiatan dalam kegiatan bermain khayal, misalnya: pura-puramenggunakan batu sebagai telur, memudahkan transformasi simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkan fleksibilitasmental mereka. Smith juga berteori bahwa bermain merupakan adptive variability, bahwa variabilitas bermain memegang faktor kunci dalam perkembangan manusia. Hasil penelitian dalam bidang neurologi menunjukkan bahwa potensi adaptif ini terbentuk dalam perkembangan otak manusia yang berlangsung pada usia dini dapat membantu aktualisasi potensi otak karena menyimpan lebih banyak veriabilitas yang secara potensial sudah ada di dalam otak.
Menurut Singer, bermain memberikan suatu cara bagi anak untuk memajukan kecepatan masuknya perangsangan, baik dari dunia luar maupun dari dalam, yaitu aktivitas otak yang secara konstan memainkan kembali dan merekam pengalaman-pengalaman. Laju stimulasi dari luar dandari dalam semakin optimal, jika keadaan emosi menyenangkan dan itu diperoleh saat anak sedang bermain. Bermain membuat anak tidak ’bengong’ karena terlalu banyak stimulasi atau bosan karena kurangnya stimulus.
Perkembangan bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan kognitif anak pada AUD, pendapat ini dikemukakan oleh Jean Piaget.
a. Sensory Motor Play (± 3-4 bulan hingga 1-2 tahun)
Sebelum anak usia Dini berusia 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai bermain namun merupakan cikal bakal kegiatan bermain pada tahap perkembangan selanjutnya. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kenikmatan yang diperolehny, dan hanya hal-hal yang sebelumnya pernah dilakukan.
Pada usia 3-4 bulan, kegiatan anak lebih terkoordinasi. Seorang anak akanbelajar dari pengalamannyadan hal itu akan diulangnya berkali-kali karena menimbulkan rasa senang. Pada usia 7-11 bulan kegiatan anak bukan lagi berupa pengulangan, namun sudah disertai dengan variasi. Sedang pada usia 18 bulan anak memvariasikan tindakannya terhadap berbagai alat permainan.

b. Simbolik atau Make-Belive Play (± 2-7 tahun).
Antara usia 2-7 tahun anak mulai bermain khayal dan bermain pura-pura.pada masa ini anak juga lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan d konsep angka, ruang, kuantitas, dan sebagainya. Sering kali anak. Sekadar bertanya, tidak terlalu memedulikan jawaban, bahkan walau sudah dijawab, anak masih terus bertanya.
Pada usia anak juga sudah mulai menggunakan berbagai benda sebagai simbol. Misalnya menganggap daun sebagai uang, kadang-kadang berbicara atau pura-pura memberi makan atau minum pada bonekanya. Kegiatanb simbolik merupakan latihan berpikir dan mengarahkan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, dan dalam Perkembangannya akan semakin mendekati kenyataan.

3. Definisi Strategi Kognitif.
Strategi kognitif (Gagne, 1974) adalah kemampuan internal seseorang untuk berfikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Bell gredler (1986), menyebutkan strategi kognisi sebagai suatu proses berfikir induktif, yaitu membuat generalisasi dari fakta, konsep, dan prinsip dari apa yang diketahui seseorang.
Strategi kognitif merupakan kapabilitas yang mengatur cara bagaimana siswa mengelola belajarnya, ketika mengingat-ingat dan berfikir, ia juga merupakan proses pengendali atau pengatur pelaksana tindakan. Gegne dan Briggs (1974) menyatakan suatu contoh strategi kognisi ialah proses inferensi atau induksi. Pengalaman dengan obyek-obyek atau kejadian-kejadian, dan seseorang berusaha memperoleh penjelasan mengenai suatu gejala tertentu yang menghasilkan induksi. Obyek strategi kognitif ialah proses berfikir siswa sendiri.
Strategi kognitif lahir berdasarkan paradigma konstruktivisme, teori meta cognition. Konstruktivisme dikembangkan luas oleh Jean Piaget, ia dikenal seorang psikolog, pada akhirnya lebih tertarik pada filsafat konstruktivisme dalam proses belajar. Titik sentral teori Jean Piaget adalah perkembangan fikiran secara alami dari lahir sampai dewasa, menurut Piaget untuk memahami teori ini kita harus paham tentang asumsi-asumsi biologi maupun implikasi asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan.
Paradigma konstruktivisme oleh Jeans Piaget melandasi timbulnya strategi kognitif , disebut teori meta cognition. Meta cognition merupakan ketrampilan yang dimiliki oleh siswa-siswa dalam mengatur dan mengontrol proses berfikirnya, Preisseisen (1985). Menurut Preisseien meta cognition meliputi empat jenis ketrampilan, yaitu:
• Ketrampilan Pemecahan masalah (Problem Solving) yaitu: Ketrampilan individu dalam menggunakan proses berfikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta-fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternative pemecahan, dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif.
• Ketrampilan Pengambilan Keputusan (Decision making), yaitu: Ketrampilan individu dalam menggunakan proes berfikirnya untuk memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, perbandingan kebaikan dan kekurangan dari setiap alternative, analisis informasi, dan pengambilan keputusan yang terbaik berdasarkan alas an-alasan yang rasional.
• Ketrampilan Berfikir Kritis (Critical thinking) yaitu: Ketrampilan individu dalam menggunakan proses berfikirnya yaitu menganalisa argument dan memberikan interprestasi berdasarkan persepsi yang benar dan rasional, analisis asumsi dan bias dari argument, dan interprestasi logis.
• Ketrampilan berfikir Kreatif (creative thinking) yaitu:Ketrampilan individu dalam menggunakan proses berfikirnya untuk menghasilkan gagasan yang baru, konstruktif berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi, dan intuisi individu.
Ketrampilan-ketrampilan diatas ini saling terkait antara satu dengan yang lainnya, dan sukar untuk membedakannya, karena ketrampilan-ketrampilan tersebut terintegrasi.
Paradigma konstruktivisme dan teori meta cognition melahirkan prinsip Reflection in Action . Schon (1982), yaitu prinsip refleksi dari pengalaman praktisi professional dalam pemecahan masalah yang pernah dihadapi untuk memecahkan masalah baru, praktisi-praktisi ini dikenal dengan nama lain Reflective Practioners. Proses reflections in actions merupakan gambaran tentang proses belajar. Bragar dan Johnson (1993) menyebutkan bahwa seseorang belajar melalui aktivitas atau pekerjaan sendiri dan kemudian mengkaji ulang dari pekerjan yang telah dilakukan.Proses pembelajaran strategi kognitif merupakan proses reflection in action.
Berdasarkan teori ini menunjukkan bahwa proses belajar diawali dari pengalaman nyata yang diamati oleh seseorang. Pengalaman tersebut direfleksi secara individual.

4. Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak.
Pembelajaran di taman kanak-kanak terdapat beberapa prinsi pendekatan diantaranya adalah prinsip Bermain Sambil Belajar dan Belajar Seraya Bermain.
Dunia anak-anak adalah dunia bermain oleh sebab itu pembelajaran di taman kanak-kanak hendaknya tidak terlepas dari permainan. Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Penggunaan metode bermain juga disesuaikan dengan perkembangan anak dimulai dari bermain sambil belajar disesuaiakan dengan perkembangan anak dimulai dari bermain sambil belajar (unsur bermain lebih besar ) ke belajar seraya bermain (unsur belajar lebih besar). Permainan yang dipakai di TK adalah permainan yang merangsang kreativitas anak dan menyenangkan (buku pedoman pembelajaran di TK / RA, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 2004).
Aspek penting dalam bermain di TK, anak TK ditinjau dari segi perkembangan kognitifnya berada dalam fase pra oprasional. Pada fase ini anak telah dapat memikirkan suatu objek atau peristiwa secara mental. Hal ini berarti bahwa walaupun suatu objek atau peristiwa tersebut tidak terjadi secara nyata dihadapan anak, akan tetapi anak dapat membayangkan objek dan peristiwa tersebut didalam pikirannya, kemampuan tersebut disebut dengan kemampuan berpikir simbolik. Sejalan dengan kemampuan berpikir simbolik ini maka dalam bermain anak menggunakan fantasinya. Hal ini dapat dilihat pada waktu anak melakukan aktifitas bermain. Dalam bermain anak dapat menciptakan suatu suasana yang diinginkannya misalnya, bermain dokter-dokteran, bermain sebagai ibu atau ayah dan anak.
Kesempatan bermain sangat terkait dengan keadaan lingkungan anak. Lingkungan yang kurang memiliki fasilitas bermain akan menyebabkan gerakan bermain bagi anak menjadi terbatas. Keadaan ini membuat anak tidak dapat dengan leluasa menyalurkan keinginan dan aktifitas bermainnya. Oleh sebab itu agar anak dapat bermain dengan leluasa, maka perlu disediakan sarana dan prasarana yang dapat mendukung keinginan dan aktifitas bermain anak,seperti adanya sudut bermain drama dan tersedianya lapangan bermain yang memadai bagi anak. Sejalan dengan fase-fase perkembangan anak maka bermain memiliki nilai yang sangat penting bagi anak. Kegiatan bermain akan dapat meningkatkan kemampuan koginit, kemampuan koordinasi gerakan-gerakan motorik, kemampuan psikososial dan kemampuan bahasa apabila:
1. Kegiatan bermain hendaknya dapat menyalurkan keinginan dan aktifitas bermain anak sesuai dengan fase-fase perkembangannya.
2. penyediaan sarana dan prasarana bermain hendaknya aman dan tidak membahayakan anak.


Jenis bermain untuk pengembangan kognitif. Aktifitas bermain ini berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak. Keterlibatan kognitif dalam kegiatan bermain ini bergerak dari pelibatan kemampuan kognitif secara sederhana kepada kemampuan kognitif yang lebih tinggi.
Sejalan dengan perkembangan kognitifnya anak melalui permainan konstruktif, kegiatan bermain diantaranya dilakukan anak dengan jalan menysun balok-balok kecil menjadi suatu bangunan seperti rumah, menara, dan sebagainya. Disamping itu dalam kegiatan bermain ini anak melatih gerakan motorik halus. Hal ini terlihat pada waktu ia menggunakan jari-jarinya untuk menyusun balok-balok agar tidak jatuh. Pada waktu yang bersamaan anak juga mengoperasikan kemampuan kognitifnya untuk memikirkan agar baloknya tidak jatuh, dan memilih balok-balok yang tepat untuk dijadikan bangunan seperti yang diinginkanya. Aktifitas bermain ini terutama dilakukan oleh anak usia 3-5 tahun.
5. Implikasi Bermain Bagi Proses Pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui bahwa bermain merupakan sarana perkembangan kognitif, koordinasi gerakan motorik, bahasa, dan psikososisal. Oleh sebab itu kegiatan belajar di TK hendaknya memanfaatkan kegiatan bermain anak secara efektif. Melalui kegiatan bermain proses belajar dapat dilakukan, oleh sebab itu guru perlu meningkatkan inisiatifnya dalam menciptakan berbagai bentuk permainan. Khususnya permainan yang dapat dijadikan sarana belajar bagi anak TK. Kegiatan bermain merupakan sarana bagi anak untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Kegiatan belajar ini dilakukan anak secara tidak sadar dan sangat menyenangkan. Hal ini disebabkan kegiatan bermain adalah kegiatan utama bagi anak di TK, oleh sebab itu melalui kegiatan bermain dapat dilakukan berbagai bentuk kegiatan belajar. Kegiatan belajar dan bermain ini dapat dimanfaatkan secara efektif oleh guru melalui kegiatan ini berbagai kemampuan yang dimiliki anak dapat dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya seperti kemampuan kognitif, koordinasi motorik, psikososial, dan bahasa serta komunikasi. Kegiatan melalui permainan ini dapat direncanakan oleh guru, salah satu kegiatan belajar melalui kegiatan bermain ialah permainan simbolik. Permainan ini bertujuan untuk mengembangkan kreativitas anak yang berada dalam fase pra operasional. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan mencipcitakan kondisi-kondisi yang kondusif bagi pengembangan kreativitas anak, seperti yang diuraikan dibawah ini:
a. permainan simbolik yang dilakukan anak merupakan wahana yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan kreativitas anak , oleh sebab itu di TK merupakan suatu keharusan untuk menyediakan sudut bermain yang dapat digunakan anak melalui berbagai fantasi atau berimajinasi, seperti yang diinginkannya.
Fantasi atau imajinasi yang ditampilkan anak dalam melakukan aktifitas bermainnya merupakan wujud dari kreativitas anak tersebut.
b. Memperlihatkan pada anak bahwa fantasi yang ditampilkannya memiliki nilai tertentu.
c. Meminta anak untuk menceritakan tentang fantasinya. Misalnya menanyakan apa yang digambar anak, mengapa ia menggambarnya dan beri kesempatan pada anak untuk menceritakan fantasinya yang dituangkan melalui gambar atau kegiatan yang lain. Kegiatan ini dilakukan guru memberikan kesempatan untuk menumbuh kembangkan pengungkapan ide dan pemikiran anak secara lancar sesuai dengan karakteristik kreativitas yaitu kelancaran.
d. Hindari memberikan contoh atau mengarahkan pemikiran anak. Biarkan anak menemukan sendiri kegiatan dan cara-cara melakukan kegiatan yang dipilihnya sendiri. Selama hal tersebut tidak membahayakan anak, tindakan ini ditujukan untuk mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan karakteristik kreativitas yang lainnya yaitu orsinilitas dan fleksibilitas.




C. PENUTUP
Kreativitas merupakan aktualisasi dari keterpaduan antara berbagai kemampuan yang dimiliki individu. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan kognitif, kemampuan koordinasi geraka-gerakan motorik kasar dan halus, kemampuan dalam mengendalikan emosi, dan kemampuan bahasa / komunikasi.
Kreativitas dan perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang terdiri dari tiga tahap:
 Tahap pertama ditekankan pada kegiatan melakukan pemanasan. Kegiatan ini bertujuan menimbulkan kemampuan berfikir secara divergen .
 Tahap kedua adalah penyelidikan yang dilakukan dalam bentuk (1) pengamatan atau observasi (2) pengumpulan fakta dan informasi yang diperlukan. Ini dilakukan dengan mengajukan berbagai permasalahan dan kemungkinan jawaban atau hipotesis dari masalah tersebut. (3) menguji kebenaran hipotesis yang diajukan sehingga mendapatkan temuan-temuan. Kegiatan ini adalah perwujudan dari proses berfikir secara analitis, sintetis, dan evaluatif.
 Tahap ketiga adalah pelibatan dalam tantangan secara nyata. Aktivitas ini dapat dilihat dari hasil karya dan prakarsa yang dihasilkan. Kreativitas dapat dikembangkan sejak dini. Di taman kanak-kanak hal tersebut dapat dikembangkan melalui berbagai aktivitas yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan bermain.
Kreativitas dan perkembangan kognitif pada hakekatnya dapat dikembangkan melalui berbagai kegiatan pembelajaran utamanya dengan menggunakan strategi kognitif. Oleh sebab itu guru taman kanak-kanak perlu memikirkan cara-cara yang dapat dilakukannya dalam rangka pengembangan kreativitas dan perkembangan kognitif anak di TK.





DAFTAR PUSTAKA

 Kurikulum 2004 Standar Kompetensi TK / RA. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 2004.
 Pedoman Pembelajaran TK / RA, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta 2004
 A. Martuti , Mengelola PAUD dengan Aneka Permainan Meraih Kecerdasan Majemuk.
 Pengurus Pusat IGTKI-PGRI, GTZ –TK, Modal Pengayaan untuk Guru TK, Jakarta 2001
 Benny Pribadi 2009, Model Disain Sistem Pembelajaran, Jakarta,-Dian Rakyat.
 Dr. Martini Jamaris. M.SC.ED. ”Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-Kanak”
 Peran Strategi Kognitif Dalam Akselerasi Pembelajaran, Riana Dwi Puspitawati Februari 14, 2008 di download pada tanggal 4 Oktober 2010.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar